Peristiwa

Aksi Jalan Kaki Menuju Istana Presiden, “Demi Tutup TPL”, Togu Simorangkir Cs, Kini Masih Di Sumbar

FAKTAAKTUAL.COM, SUMUT – Demi kelangsungan hidup yang damai,  sert merta menjaga kelestarian  lingkungan,  maupun menjaga keutuhan NKRI, Aksi berjalan kaki yang dimulai dari Kabupaten Toba, Sumatra Utara menuju Istana Negara Jakarta untuk menemui Presiden RI Joko Widodo yang dilakukan 3 orang pegiat sosial terus berlanjut. Saat ini mereka masih berada di wilayah Sumatera Barat. Kondisi kesehatan ketiganya pun masih stabil.

Aksi ini dilakukan mengingat semakin ruwet dan pelik nya permasalahan antar sesama warga, maupun semakin gentingnya persoalan antara masyarakat dengan pihak perusahaan.

“Kami masih di wilayah Panti Kabupaten Pasaman Sumatra Barat bang,” kata Togu Simorangkir, inisiator perjalanan bersama 2 orang temannya, yaitu  Anita Martha Hutagalung dan Irwan Sirait, melalui pesan WA yang diterima media melalui medanbisnisdaily.com siang ini, Selasa 22/6/2021.

Kondisi kesehatan bertiga bagaimana? “Kami sehat, hanya saja kaki saya sempat bengkak,” balas Togu, sambil mengirimkan satu foto, saat mereka berjalan kaki di salah satu jalur di wilayah Sumbar.

Perjalanan ini menandakan betapa susahnya mencari keadilan dan kedamaian di rumah sendiri, karena persoalan ini sudah sejak lama berlangsung dan tidak mungkin tidak diketahui oleh para petinggi di Indonesia.

Terkonfirmasi, tiga orang aktivis itu merasa konflik sosial dan kerusakan ekologis yang ditimbulkan TPL di kawasan Danau Toba sudah saatnya dihentikan, demi lingkungan dan kehidupan masyarakat Kawasan Danau Toba saat ini dan dimasa mendatang. Karena itulah Togu Simorangkir dan dua temannya bertekad menemui Presiden Jokowi.

Informasi khusus, Mengenai Togu Simorangkir juga pernah diundang Jokowi ke Istana Negara bersama aktivis-aktivis rumah belajar (literasi). Togu Simorangkir adalah pendiri dan penggerak Yayasan Alusi Tao Toba, yang mendirikan ‘sopo-sopo’ belajar di pelosok-pelosok Pulau Samosir. Presiden pun menyumbangkan satu sopo belajar berupa bangunan bambu bertingkat (dan 2 bangunan homestay) untuk Alusi Tao Toba.

Sepenggal silsilah, Togu Simorangkir adalah cicit Pahlawan Nasional Raja Si Singamangaraja XII (neneknya, ibu dari bapaknya, Poernama Rea Boru Sinambela, adalah putri bungsu Raja Si Singamangaraja XII).

Sebagai aktivis yang penuh cita-cita cemerlang, Togu juga pernah bercerita dirinya sudah 2 kali merenangi Danau Toba untuk mencari dana bagi sopo-sopo belajar di Samosir. Ia berjalan kaki 300 kilometer lebih, mengelilingi Danau Toba untuk mencari dana operasi untuk 2 kapal belajar.

Ia menyantuni dan mengurusi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di kota Pematang Siantar dan beragam kegiatan sosial dan lingkungan yang lain.Hingga akhirnya ia diberi penghargaan sebagai salah seorang Kick Andy Heroes.

Banyak pihak menaruh simpati kepada ketiga pegiat sosial ini. Kemarin, merasa tergugah dengan aksi mereka, Hingga Rico Tambunan seorang jurnalis senior yang sudah purnatugas dan tinggal di Depok, menulis surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo, bahwa hari ke-8, tiga aktivis lingkungan Togu Simorangkir, Anita Martha Hutagalung, Irwandi Bang Rait melakukan aksi jalan kaki dari Balige (Toba) menuju Jakarta yang ingin menemui Presiden, untuk meminta perusahaan pabrik pulp Toba Pulp Lestari (TPL) ditutup.

Dalam surat terbuka Rico Tambunan yang diunggah kembali di laman facebook milik seorang seniman dengan akun Tatan Daniel, Rico memaparkan;

1.Hutan di Kawasan KDT adalah hutan alam yang berada di bentukan alam bergunung berlembah (bukan hamparan datar) di sekitar Danau Toba, yang sangat rawan gundul dan longsor.

2. Hutan-hutan tersebut sangat dibutuhkan untuk sumber air bagi kehidupan, pertanian, dan suplai air untuk Danau Toba.

3. Industri pubrik pulp adalah jenis industri “kotor” yang tidak seharusnya berlokasi di hulu.

4. Operasi Inti Indorayaon Utama (PTTPL) mendapat tentangan dari banyak kelompok masyarakat adat (marga) yang hutan dan tanah ulayatnya ditebangi kemudian ditanami eukaliptus. Tentangan itu sempat menimbukan unjuk rasa besar. Tapi kemudian mereda, menyisakan persoalan-persoalan kelompok masyarakat yang tak kunjung terselesaikan sampai sekarang.

5. Konflik terakhir terjadi antara masyarakat adat (marga) di Natumingka, Habinsaran, Kabupaten Toba dengan pekerja TPL yang ingin melakukan penanaman eukaliptus. Mereka saling lempar batu. Sedih rasanya, kejadian “primitif” seperti itu terjadi di negeri kita yang berdasarkan hukum dan ajaran Pancasila ini.

Seperti ingin menggugah hati seorang presiden, Rico Tambunan menuliskan lagi: “Bapak Presiden, menurut saya tak seharusnya orang-orang biasa, orang baik, kita biarkan “menyiksa diri” menemui bapak untuk tujuan baik seperti ini. Ada DPRD-DPRD dan DPR, ada pimpinan-pimpinan pemerintahan, dari Bupati hingga Menteri. Tak seharusnya, begitu banyak orang, seperti dikatakan orang-orang tua (maaf): bermata tapi seperti tidak melihat, bertelinga tapi seperti tidak mendengar, dan memiliki mulut tapi tidak mau berbicara”.

Karena itu, Bapak Presiden Joko Widodo, HENTIKANKANLAH aksi jalan kaki untuk menemui Bapak Presiden itu. Bapak Presiden TEMUILAH, atau SURUH ORANG YANG TEPAT untuk menemui mereka dan mendengar apa yang ingin mereka sampaikan.

Sekedar sumbang pemikiran dari seorang Rico, dalam suratnya dia juga menuliskan beberapa hal, di antaranya

1. Tanaman ekaliptus adalah tananam monokultur yang menghilangkan flora dan fauna endemik Kawasan Danau Toba. Banyak tanaman endemik, anggrek hutan, dan sebagainya yang hilang. Sementara bahkan burung dan monyet pun tidak bisa hidup di hutan ekaliptus.

2. Tanaman ekaliptus menghisap air tanah dengan rakus untuk pertumbuhannya. Karena itu sungai-sungai di kawasan yang ada hutan ekaliptus mengecil, bahkan mengering. Sementara kalau curah hujan tinggi jadi banjir (belum lama terjadi di Prapat).

3. Pemerintah RI sudah menetapkan Kawasan Danau Toba sebagai Kawasan Destinasi Wisata Unggulan. Selain sarana dan prasarana pariwisata, Danau Toba membutuhkan hutan alam yang luas untuk menyuplai air. Permukaan air Danau Toba yang terus menyusut seperti yang terjadi dekade terakhir ini akan mengurangi keindahan Danau Toba dan membahayakan PLTA Sigura-gura dan Tangga, pembangkit listrik milik PT Inalum.

4. Dalam kondisi perubahan cuasa bumi yang tidak menentu dan kehadiran pandemi Covid-19 masyarakat Kawasan Danau Toba membutuhkan tanah untuk menjamin kedaulatan pangan (bukan sekedar ketahanan pangan) dan menyerap tenaga kerja.

Melihat perjalanan ini, sungguh menyesakkan dada dan memilukan.Terlepas propaganda pemerintah yang mengatakan “keberpihakan kepada masyarakat kecil” dengan pencitraan yang luar biasa,  namun kenyataanya, jauh dari harapan rakyat entah itu karena berbeda pulau-pulau.(al).

Sumber: Medanbisnisdaily.com.

Redaksi.

 

 

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker